Cara Membuat Permohonan Perwalian Terhadap Anak Kandung Oleh Orang Tua

Sebagaimana yang ditentukan dalam undang – Undang Dasar 1945 sebagai aturan dasar dan sumber Hukum tertinggi di Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. Dalam Undang – Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 B ayat 2 menentukan Bahwa anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi;

Dalam aturan lain juga juga menjamin kelangsungan hidup anak beserta hak- haknya sebagaimana dalam undang – undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia2, Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Undang – Undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak3, Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 tentang perwalian4 dan banyak lagi yang mengatur hal tersebut.

Untuk menjamin hak anak tersebut tidak luput dari peran besar dari orang tua sebagai orang terdekat dan pihak utama sebagai pelaksana aturan – aturan di atas yang bertanggung jawab atas tumbuh kembangnya anak5, biaya hidupnya, biaya pendidikan dan biaya kesehatan selain itu juga orang tua berhak bertindak untuk kepentingan terbaik bagi anaknya selama anak tersebut belum dewasa dan selama orang tua tersebut tidak dicabut kekuasaanya.

Dengan demikian orang tua berhak mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan Hukum anak tersebut kecuali terhadap sesuatu hal yang telah ditentukan lain oleh Undang- Undang, namun demikian penulis Sering kali menemukan di pengadilan mulai dari magang hingga kini, masyarakat untuk bertindak hukum untuk anaknya misalkan dalam membuat BPJS dan mengurus paspor dan lain hal sebagainya untuk kepentingan anaknya acap kali orang tua mengajukan permohonan ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai wali padahal sebagaimana Pasal 47 Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan Hukum di dalam dan diluar Pengadilan,6 yang hal tersebut menunjukkan orang tua dapat bertindak hukum atas anaknya tanpa penetapan wali dari pengadilan;

Berangkat dari hal tersebut di atas, muncullah sebuah permasalahan dalam benak penulis sebagaimana berikut ini;

a. Siapakah wali itu sebagaimana Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah ?
b. Apa sebab anak dibawah perwalian?
c. Apakah orang tua dapat mewakili anak mengenai segala perbuatan hukum tanpa adanya penetapan Pengadilan?
d. Apakah permohonan agar orang tua ditetapkan sebagai wali untuk bertindak hukum atas anaknya sudah tepat?

Dari beberapa masalah di atas akan penulis bahas sebagaimana berikut ini;

PEMBAHASAN

1. PERWALIAN

Untuk mengetahui definisi perwalian (Voogdij) tersebut Penulis perlu sampaikan definisi yang diutarakan oleh Prof Subekti SH yang menjelaskan pengawasan terhadap anak dibawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur dalam undang – Undang.

Perwalian berasal dari kata wali yang mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang tua, yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau belum akil balig dalam melakukan perbuatan hukum.8 Menurut Pasal 1 huruf h KHI, perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tua masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Menurut Ali Afandi yang dikutip penulis dalam kanun jurnal ilmu Hukum, perwalian adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di tangan kekuasaan orang tua.10 Perwalian adalah pengawasan terhadap anak dibawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan di anak tersebut.

Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menjelaskan dalam Pasal 330 yang menyatakan “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian…”

Dalam Undang- Undang perkawinan dalam Pasal 47 ayat (1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

Selain itu juga dalam peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2019 tentang syarat dan tata cara penunjukan wali Pasal 1 ayat 1 menjelaskan Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

Dari beberapa definisi serta beberapa ketentuan – ketentuan di atas dapat ditarik garis besar oleh penulis bahwa perwalian merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang belum berusia 18 tahun yang tidak mempunyai kedua orang tua, dan selama anak tersebut mempunyai kedua orang tua walaupun orang tuanya sudah bercerai atau salah satu telah meninggal dunia maka orang tua yang hidup tetap dapat bertindak langsung sebab memangku kekuasaan untuk mewakili anaknya.

Namun jika orang tua tidak ada, Orang tua tidak diketahui keberadaannya, atau suatu sebab Orang Tua tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya maka penunjukkan wali sangat diperlukan yang dengan penunjukan tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan memenuhi kebutuhan dasar Anak serta mengelola harta Anak agar dapat menjamin tumbuh kembang dan kepentingan terbaik bagi Anak, Sebelum melangkah ke pembahasan lebih jauh perlu diketahui terlebih dahulu apa wali itu ? wali adalah adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak,12 yang dari definisi tersebut dalam kata “menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua” hal tersebut menunjukkan dengan sangat jelas wali itu orang lain bukanlah orang tua kandung;

Perlu diketahui Untuk dapat ditunjuk sebagai Wali terdapat suatu tingkatan dan seseorang yang dapat ditunjuk sebagai wali dari seseorang yang paling diutamakan, hal tersebut akan disebutkan penulis secara hierarki sebagaimana berikut ini:

  • Keluarga Anak;
  • Saudara;
  • orang lain; atau
  • badan hukum,

dan kesemuanya tersebut harus memenuhi syarat penunjukan Wali dan melalui penetapan Pengadilan.

2. PENYEBAB ANAK DIBAWAH PERWALIAN

Mengingat kembali ketentuan dalam Pasal 57 Undang – Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusi menyatakan 1) setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan tujuan adanya perwalian adalah untuk melindungi hak dan memenuhi kebutuhan dasar Anak serta mengelola harta Anak agar dapat menjamin tumbuh kembang serta kepentingan terbaik bagi Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU Nomor 1 Tahun 1974) dan Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 tentang syarat dan penunjukan wali merupakan bagian dari hukum tertulis di Indonesia. Aturan-aturan tersebut di dalamnya tercantum ketentuan mengenai perwalian (kekuasaan perwalian).

Dalam KUH Perdata pengaturan perwalian dicantumkan dalam Buku Kesatu, Bab XV, Bagian Kedua sampai dengan Bagian Ketiga Belas, mulai Pasal 331 sampai dengan Pasal 418a. Menurut Titik Triwulan Tutik anak yang berada di bawah perwalian yaitu anak yang belum dewasa dan salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia, orang tuanya telah bercerai atau anak yang lahir di luar kawin.

Anak, yang berada di bawah perwalian yaitu; (a) Anak sah, yang orang tuanya telah meninggal dunia salah satu atau keduanya. (b) Anak sah, yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaan sebagai orang tua. (c) Anak sah, yang orang tuanya telah bercerai, atau (d) Anak yang lahir di luar perkawinan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa menurut KUH Perdata sebab-sebab anak berada di bawah perwalian karena orang tuanya telah bercerai, orang tuanya telah meninggal dunia, pencabutan kekuasaan orang tua atau karena anak tersebut lahir sebelum perkawinan atau setelah perkawinan bubar baik karena perceraian, meningganl salah satu pihak atau karena pembatalan perkawinan.

Perwalian menurut hukum perdata terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu; Pertama, perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij) yaitu perwalian oleh orang tua yang masih hidup setelah salah seorang meninggal dunia terlebih dahulu (Pasal 345 KUH Perdata). Kedua, perwalian karena wasiat orang tua (testtamentair voogdij) yaitu perwalian yang dengan surat wasiat oleh salah seorang dari orang tuanya (Pasal 355 KUH Perdata). Ketiga, perwalian yang ditunjuk oleh hakim (datieve voogdij) (Pasal 359 KUH Perdata).

Dalam Undang-Undang No. 1/1974, pengaturan perwalian dicantumkan dalam Bab XI, mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 54. Dalam Pasal 54 ayat (1) ditentukan, bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.

Menurut UU No. 1/1974 anak yang dapat dibawah perwalian, bahwa anak tidak berada di bawah kekuasaan orang tua karena: (a) Orang tua telah meninggal dunia kedua-duanya. (b) Orang tua kedua-duanya tidak cakap melakukan tindakan hukum. (c) Orang tua dicabut kekuasaan orang tua kedua-duanya.

Dalam Pasal 48 ayat (1) UU No. 1/ 1974 ditentukan, bahwa kekuasaan orang tua di cabut atas permintaan keluarga dalam garis lurus ke atas, saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan putusan pengadilan karena ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak-anaknya dan atau berkelakuan buruk sekali.

Sedangkan hal tersebut dipertegas dengan adanya Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 tentang syarat dan penunjukan wali sebagaimana Pasal 1 dan 3 menyebutkan (1) Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. (3) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Hal tersebut dipertegas dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 yang berbunyi (1) Untuk dapat ditunjuk sebagai Wali karena Orang Tua tidak ada, Orang Tua tidak diketahui keberadaannya, atau suatu sebab Orang Tua tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, seseorang yang berasal dari:

  • Keluarga Anak;
  • Saudara;
  • orang lain; atau
  • badan hukum,

dari berbagai aturan diatas mulai dengan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2019, Apabila di perhatikan sebab-sebab anak berada di bawah perwalian dan juga di ketentuan Pasal 51 UU No. 1/1974, maka dapat dipahami bahwa UU No. 1/1974, selain mengenal perwalian dengan surat wasiat atau secara lisan, juga mengenal perwalian yang ditunjuk oleh hakim, Akan tetapi UU No. 1/1974, tidak mengenal jenis perwalian menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang mana anak yang orang tuanya bercerai. Dan Menurut konsep UU No. 1/1974 putusnya perkawinan orang tua, baik karena meninggal salah satu orang tua atau pembatalan perkawinan ataupun perceraian tidak mengakibatkan anak berada di bawah perwalian hal ini selaras dan dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 dan selanjutnya Dalam Pasal 41 huruf a ditentukan baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bila ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak maka pengadilan memberi putusan.

Dari beberapa hal di atas yang menjadi pertanyaan aturan Undang – Undang manakah yang berlaku? Sebagaimana asas Lex posterior derogat legi priori adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior) yang dalam hal ini aturan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata terkait Anak sah, yang orang tuanya telah bercerai menjadi tidak berlaku melainkan anak yang orang tua yang sudah bercerai tetap dalam kekuasaan orang tua.

3. BATASAN ORANG TUA DALAM MEWAKILI ANAKNYA

Sebelum melangkah kepada bahasan yang dituju perlu penulis terlebih dahulu paparkan Perihal orang dalam Hukum, mengutip perkataan Prof Subekti SH dalam bukunya17 bahwasanya Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. dan siapakah subjek Hukum itu ? dalam Hukum Privat subjek Hukum mencakup manusia dan badan hukum (recthspersoon).

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Malahan, jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung surut hingga mulai orang itu berada di dalam kandungan, asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal mana penting sekali berhubung dengan waris- an-warisan yang terbuka pada suatu waktu, di mana orang itu masih berada di dalam kandungan.

Setiap orang mempunyai Hak baik orang dewasa maupun anak semuanya memiliki hak, yang hak tersebut dalam bahasa belanda dinakan dengan recht ataupun bisa dinamakan dengan berarti hukum atau hak.

Mengutip dalam buku Pengantar ilmu Hukum karya Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, Hak dibedakan menjadi berbagai macam Hak namun penulis hanya mencantumkan bahasan yang sesuai dengan pokok tema sebagaimana berikut ini;

1. Hak mutlak (Absolut) yaitu hak yang memuat kekuasaan bertindak dinamakan juga Hak onpersoonlijk, yang tercakup dalam hak mutlak atau Hak onpersoonlijk salah satunya adalah hak – hak keluarga (familierechten) yaitu hak yang tibul dari keluarga misalkan hak kekuasaan orang tua sebagaimana Pasal 47 Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan orang tua berhak mewakili anaknya yang belum berumu 18 tahun mengenai perbuatan hukum di dalam dan diluar Pengadilan, namun dengan pengecualian selama kekuasaan orang tua kepada anaknya tidak dicabut.

Namun kekuasaan mutlak tersebut tidak seluruhnya diberikan kepada orang tua dan itu secara jelas dibatasi dalam undang – Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Pasal 48 yang menjelaskan Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya, dari hal tersebut sudah jelas dapat dipahami kecuali kata “apabila kepentingan anak itu menghendakinya” yang menjadi pertanyaan bagaimana cara kita mengetahui anak tersebut menghendakinya sesuai dengan kepentingannya ? untuk mengetahui hal tersebut orang tua hanya perlu mengajukan permohonan dengan mendalilkan semua pengalihan harta anak tersebut sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak dan untuk anak serta membuktikan dalil- dalilnya dan biarlah pengadilan yang menentukan terkait kebenaran tersebut, dan bila dikabulkan maka orang tua berhak berbuat hukum atas anaknya untuk mengalihkan atau menggandakan harta anaknya tersebut;

2. Hak – hak kepribadian (persoonlijkheidsrechten) yaitu hak – hak manusia atas dirinya sendiri.20 Sebagaimana dicontohkan Prabudi Gunawan ST. SH21 dalam artikelnya yaitu memberikan contoh Hak tentang kecakapan dan berwenang untuk bertindak dalam hukum.

Setiap subyek Hukum baik dewasa maupun dibawah umur merupakan penyandang hak dan kewajiban, namun tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Pada umumnya sekalipun setiap orang mempunyai kewenangan hukum, tetapi ada golongan orang yang yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak atau kewajiban. Subyek hukum orang yang pada dasarnya mempunyai kewenangan hukum dan dianggap cakap bertindak sendiri tetapi, ada subyek hukum yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri.

Dalam prespektif hukum berarti tidak setiap subyek hukum orang dapat menyandang kewenangan hukum serta dapat berwenang bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum dapat berwenang dan bertindak sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu, atau pantas untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum.

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menjelaskan setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh Undang – Undang tidak dinyatakan cakap. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 1330 KUH Perdata mengemukakan tentang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian ialah Orang-orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele) dan orang – orang perempuan, dalam hal hal yang yang ditetapkan oleh Undang- Undang.

Dari Pasal 1330 KUH Perdata di atas yang menjadi titik focus penulis adalah terkait “Kedewasaan” dan yang menjadi pertanyaan apa yang menjadi tolak ukur dalam menentukan kedewasaan sesorang dengan adanya berbagai macam aturan mengenai batas seseorang dikatakan dewasa ? dalam Hal ini Penulis mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2012 dalam rapat kamar perdata Umum yang dari rapat pleno tersebut merupakan bentuk penyeragaman terkait devinisi Dewasa, adapun devinisi Dewasa adalah cakap bertindak didalam hukum yaitu orang yang telah mencapai umur 18 tahun atau telah kawin24. Selama umur seseorang belum mencapai 18 tahun atau sudah kawin maka ia tetap tidak bisa bertindak Hukum atas untuk dirinya.

Dari sudut rasa keadilan, sangat perlu bahwa orang yang membuat suatu perikatan dan nanti terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar- benar akan tanggung jawab terhadap kewajiban yang akan dipikulnya dengan perbuatannya. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum karena seorang yang membuat perikatan itu pasti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh- sungguh dan berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya;

Oleh karena itu subyek hukum adalah orang yang dianggap cakap bertindak untuk melakukan perbuatan hukum apabila dirinya telah dewasa, sehat pikiran dan jiwanya, tidak berada di bawah kekuasaan orang lain serta tidak dilarang oleh hukum (Undang-Undang) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Bagi mereka yang dianggap tidak cakap bertindak dalam melakukan perbuatan hukum salah satunya belum dewasa, dan ia tidak bisa menginsyafi tanggung jawab yang dipikul akibat dari suatu perikatan, maka dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan diwakili oleh orang lain yang ditunjuk oleh hakim pengadilan seperti orang tuanya, walinya, atau pengampunya.

Dari penjelasan di atas, untuk mempermudah mengetahui seberapa luas kekuasaan orang tua kepada yang akan penulis susu dalam bentuk gambar sebagai berikut (gambar 1);

Cara Membuat Permohonan Perwalian Terhadap Anak Kandung Oleh Orang Tua

4. PERMOHONAN DITETAPKANNYA WALI BAGI ORANG TUA UNTUK BERTINDAK HUKUM ATAS ANAKNYA

Sebagaimana yang telah dibahas dimuka bahwa orang tua walupun dia sudah bercerai tetap memiliki hak kekuasaan mutlak untuk mewakili anaknya diluar dan di dalam Pengadilan selama kekuasaan orang tua tersebut tidak dicabut.

Adapun realita yang telah berjalan yang mana sering sekali para pihak pada petitum permohonannya “memohon agar ditetapkan sebagai wali dari anak Pemohon sebab masih dibawah umur” dengan amar penetapan tersebut digunakan untuk menjual objek harta dari suami atau isterinya yang meninggal, terkadang untuk mengurus BPJS anaknya, mengurus paspor dan lain- lain padahal sudah jelas disebutkan dalam Pasal 47 Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 yang merupakan sebuah aturan yang menasakh Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan mengabsolutkan kekuasaan orang tua untuk mewakili anaknya walupun orang tuanya telah bercerai sebagaimana asas Lex posterior derogat legi priori.

Selain itu juga dipertegas dalam Pasal 1 ayat 1 Peratuan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 menjelaskan Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak, kata “sebagai” mengindikasikan wali adalah orang lain selain orang tua.

Dengan demikian Penulis berpendapat hal tersebut kurang tepat bila para pihak atau masyarakat untuk bertindak hukum atas anaknya memohon agar ditetapkan sebagai wali bagi anaknya, namun menurut penulis seyogyanya dalam permohonannya tersebut lebih bagus dan tepat bila minta dinyatakan bahwa kekusaannya terhadap anaknya tidak dicabut dan kemudian diiringi dengan memohon agar diberi izin untuk bertindak hukum atas anaknya, kurang lebih jelasnya sebagaimana contoh ini :

a. PRIMER

1. Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon;
2. Menyatakan pemohon ( ) adalah orang tua yang tidak dicabut kekuasaanya atas anak Pemohon yang bernama (_ )
3. Memberikan izin kepada Pemohon untuk menjalankan kekuasaan orang tua dalam bertindak hukum mewakili kepentingan anak Pemohon yang bernama ( )
4. Menetapkan biaya kepada pemohon;

KESIMPULAN

1. Wali adalah orang (selain orang tua) atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
2. Anak dibawah perwalian disebabkan:
– Anak dibawah umur 18 tahun;
– Kedua orang tua telah meninggal dunia.
– Orang tua yang telah dicabut kekuasaannya
– Orang tua yang tidak cakap hukum.
3. Kekuasaan orang tua dalam mewakili anaknya dibatasi dalam hal perikatan dan menindahkan hak atau menggandakan harta anak yang hal tersebut bisa dilakukan setelah mendapatkan penetapan Pengadilan.
4. Kurang tepat dan lebih tepat bila memohon agar dinyatakan bahwa kekusaannya terhadap anaknya tidak dicabut dan kemudian diiringi dengan memohon agar diberi izin untuk bertindak hukum atas anaknya.

SARAN

Artikel ini merupakan tanggapan penulis atas realita yang ada terkait permohonan wali yang dilakukan oleh orang tua, dalam hal ini penulis sendiri meyakini banyak kekurangan dalam penulisan ini dan oleh karena itu perlu dari para reader saran serta kritik yang membangun terhadap tulisan ini;

DAFTAR PUSTAKA

Donald Albert Rumokoy, SH. MH dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, (PT Gravindo Persada; Jakarta, cet 3, 2016.

Ishaq, Perwalian Menurut Konsep Hukum Tertulis Di Indonesia, (Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 3, Agustus, 2017.

Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019 tentang syarat dan tata cara penunjukan wali.

Prabudi Gunawan, http://shootjustice.blogspot.com/2009/02/hak-hak-perdata.html, diakses tanggal 29 agustus 2020 jam 14 ; 51;

Soimin, Sudaryo. Hukum Orang dan Keluarga, Sinar grafika, Jakarta, 1992.

Subekti, dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata,(PT.Pradnya Paramita;Jakarta,1995.

Subekti, Hukum Perjanjian,(intermasa : Jakarta, cet 20, 2004. Subekti. Pokok – Pokok Hukum Pedata,Jakarta;Intermesa,2003.

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka, Surabaya, 2006.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012, Rumusan Kamar Perdata Umum.

Undang- Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang – Undang Nomor nomor 23 tahun  2002 tentang perlindungan anak. Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 tentag pernikahan.

 

Penulis : Arif Masdukhin, S.H.

 

Contoh form permohonan perwalian anak

 

Pontianak,……….2021

Perihal : Permohonan mewakili anak kandung untuk bertindak hukum;

 

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Agama Pontianak

Di- Pontianak

 

Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Tempat tinggal di :
selanjutnya disebut “PEMOHON “;

Dengan ini mengajukan permohonan mewakili terhadap anak :

Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Tempat tinggal di :

Adapun alasan/dalil-dalil sebagai berikut:

  1. Bahwa, Pemohon adalah bapak/ibu kandung dari seorang anak yang bernama lahir di …. tanggal …. adalah anak dari hasil perkawinan Pemohon (…) dengan suami/istri Pemohon bernama …. yang dicatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan ….berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor : …. tanggal ;
  2. Bahwa, suami/istri Pemohon (…. bin/binti …. ), telah meninggal dunia pada hari …, tanggal …. di Kabupaten …. karena …., dan dikebumikan di ;
  3. Bahwa, suami/istri Pemohon yang bernama bin/binti, disaat terakhir hidupnya tetap beragama Islam serta tidak meninggalkan hutang ataupun wasiat;
  4. Bahwa, setelah suami/istri Pemohon meninggal dunia, anak Pemohon yang bernama …. berada dalam pemeliharaan Pemohon;
  5. Bahwa, anak Pemohon dengan almarhum …. bin/binti …., yang bernama yang bernama …. lahir di …. tanggal …. masih dibawah umur dan belum mampu untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum dan selama dalam pemeliharaan serta pengasuhan Pemohon, anak tersebut hidup sejahtera lahir dan batin dan tidak ada pihak lain, baik keluarga almarhum …. bin/binti …., maupun pihak ketiga yang mengganggu gugat tentang pemeliharaan serta pengasuhannya;
  6. Bahwa, oleh karena anak Pemohon yang tersebut dalam posita 5 (lima) masih belum dewasa dan belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum, maka Pemohon mohon untuk ditetapkan sebagai orang yang berhak mewakili anak kandung Pemohon yang bernama ( ) dan diberi izin untuk bertindak hukum untuk dan atasnya;
  7. Bahwa Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini;

Berdasarkan alasan/dalil-dalil diatas, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Pontianak cq.Majelis hakim agar segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan sebagai berikut :

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
  2. Menyatakan pemohon (…..) adalah orang tua yang tidak dicabut kekuasaanya atas anak Pemohon yang bernama (…………)
  3. Memberikan izin kepada Pemohon untuk menjalankan kekuasaan orang tua dalam bertindak hukum mewakili kepentingan anak Pemohon yang bernama (…………….);
  4. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon;

Atau apabila Pengadilan Agama berpendapat lain, mohon penetapan yang seadil-adilnya;

Demikian atas terkabulnya permohonan ini, Para Pemohon menyampaikan terima kasih;

 

Wassalam, Pemohon

…. bin/binti ….